Beranda | Artikel
Kan Selalu Engkau Kukenang
Sabtu, 14 Agustus 2010

“.. .berkecamuklah rasa di dada. Tersemburatlah gelora asmara. Langit-langit hati sang wanita tengah menghujankan bibit-bibit cinta. Sebuah rasa yang tak diundang dan tak ingin berlalu begitu saja.. .”“…begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati sang wanita yang setelah menanti lalu mendengar jawaban lelaki itu. Terkikis sudah senandung cemas yang terbalut penuh harap..”

 

****

Wanita ini adalah wanita pendamba surga. Kami dapati bahwa dia adalah wanita yang menenangkan hati sang kekasih. Dia temani belahan jiwanya dalam suka, bahagia,duka dan nestapa. Kami saksikan pula bahwa dialah wanita bijaksana nan cerdik. Pula, ia adalah keturunan bangsawan kaya dan menjadi incaran banyak lelaki.

Percikan Kerinduan dari Sucinya Hati

Seperti wanita umumnya, kami dapati bahwa ia amat merindukan seorang sosok yang akan menjadi teman hidupnya. Ia membutuhkan sosok yang akan menemaninya mengarungi bahtera kehidupan.Berjumpalah wanita ini dengan lelaki dengan kepribadian yang diidam-idamkan wanita. Lelaki yang ia temui begitu agung lagi berakhlak mempesona. Lelaki tersebut tidak seperti laki-laki yang ia temui pada kaumnya. Lelaki itu begitu menenangkan kala dipandang dan tutur katanya jujur dan menarik perhatian. Berwibawa dan menjaga harga diri.

 

Berkecamuklah rasa di dada. Tersemburatlah gelora asmara. Langit-langit hati sang wanita tengah menghujankan bibit-bibit cinta. Sebuah rasa yang tak diundang dan tak ingin berlalu begitu saja.

 

Namun begitu, terbesit pikiran yang mengusiknya. Akankah pemuda dengan kebeningan hatinya tersebut mau menikahinya yang telah berumur kepala empat? Saat bingungnya mendengung, kami dapati rekan wanitanya datang mengunjungi. Rekannya mampu menangkap semburat rasa yang terpendam hingga wanita itu mencurahkan kegalauan hati dan perasaannya. Rekannya pun berhasil menenangkannya bahwa ia adalah wanita cantik dan memiliki kemuliaan nasab. Siapakah gerangan lelaki yang tak mau melamar wanita idaman sepertinya? Bergegaslah rekan wanita itu menemui sang lelaki seperti yang dipinta sang wanita. Setelah bertemu, rekan wanita tersebut berkata kepada laki-laki itu:

“… apa yang menyebabkan kau tidak menikah?”

Lelaki itu adalah orang yang fakir lagi yatim piatu. Sang ayah meninggal ketika ia dalam kandungan. Dan ketika masih kecil, ia pun ditinggal meninggal oleh sang ibu.Ia menjawab:

“tidak ada sesuatu yang bisa saya gunakan untuk menikah”.

Rekan wanita tersebut tersenyum sambil bertutur:

“sekiranya engkau diberi dan diminta menikahi wanita yang berharta, rupawan, mulia dan cukup, apakah engkau mau menerimanya?”

Laki-laki itu kemudian berkata:

“siapa?”

Rekan wanita itu kemudian menyebutkan nama sahabatnya yang tengah dirundung oleh besarnya pengharapan. Wajar memang karena wanita begitu dominan dalam hal perasaan.Gayung pun bersambut indah. Setelah mendapat nama wanita yang memang ia sangat kenal, lelaki tersebut kemudian berucap:

“kalau dia setuju maka saya terima”.

Subhanallah. Lampu hijau terlihat jelas menandakan akan dimulai proses selanjutnya. Mendengar ucapan tersebut, rekan wanita itu pun kembali menemui sahabatnya untuk menebar wewangian kabar bahagia yang baru saja didengarnya. Betapa riangnya wanita kita ini setelah mendapat berita.

 

Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati sang wanita yang setelah menanti lalu mendengar jawaban lelaki itu. Terkikis sudah senandung cemas yang terbalut penuh harap.

 

Aduhai pena kami pun semakin bersemangat menarikan goresannya. Sang lelaki pun mengabarkan kepada paman-pamannya agar segera melamar sang wanita, walaupun sang wanita telah menjanda. Iya benar, wanita itu telah menjanda. Suami pertamanya meninggal kemudian wanita itu cerai dengan suami kedua. Namun itu bukanlah sebuah aib. Bukan pula sebuah cela. Adalah skenario dari Allah yang telah menetapkan yang terbaik bagi hamba-Nya. Tak ada yang mampu keluar dari rel takdir.

Rajutan Tali Pernikahan Nan Pernuh Berkah

Paman lelaki itu datang melamar sang wanita di hadapan pamannya. Maklum, ayah wanita kita ini telah wafat. Mahar dan penentuan akad nikah pun dibicarakan. Disepakati mahar kepada wanita itu berupa lembu dua puluh ekor.Di hari pernikahan, ijab kabul tengah berkumandang.

 

Lengkaplah sudah kebahagiaan yang menyelimuti sepasang kekasih. Sempurnalah mekar indah pucuk asmara. Telah tiba saatnya biduk harus berlayar di samudera kehidupan. Terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati. Adakah jalinan yang indah selain jalinan dan untaian tali pernikahan?Adakah letupan-letupan cinta yang lebih menenteramkan hati sepasang muda-mudi selain dalam ikatan ini?Adakah hubungan yang lebih menabung kebaikan selain hubungan sah secara syar’i?

 

aduhai, kami telah tertampar. Kami tertampar pedas oleh pena kami sendiri agar bersegara menyempurnakan separuh din.

 

Saatnya Mengayuh Biduk di Samudera Kehidupan

Dan wanita itu pun benar-benar menunjukkan dirinya sebagai wanita yang piawai me-manage perasaan dan alur lalu lintas permasalahan yang mungkin menyerang masing-masing pasangan. Ia tunjukkan sayang nan cinta kepada pangeran hatinya. Kami dapati bahwa ia adalah wanita dengan mata air kasih yang bercucuran penuh keseejukkan, penuh kelembutan dan kebaikan. Dialah kekasih hati yang menjadi tumpahan berkeluh kesah. Dialah sosok yang nyaman sebagai sandaran bagi sang suami kala raga begitu letih mengarungi dunia luar rumah sekaligus gelanggang dakwah. Sungguh begitu agung nan mulianya wanita ini. Cara pandangnya luas dengan visi yang jauh ke depan. Begitu membantu sang suami dari segi harta maupun spirit. Suaminya pun adalah orang pilihan yang telah ditetapkan Allah. Kami dapati bahwa dia adalah lelaki yang agung nan mulia pula. Begitu banyak ujian yang lelaki ini alami hingga menjadikan sedih dan gulana. Begitu banyak cercaan dan siksaan yang ia hadapi dari orang-orang yang amat membencinya. Begitu banyak makar dan propaganda untuk membunuhnya. Dan memang demikianlah sunatullah bagi orang-orang yang menyebarkan agama Tuhannya. Akan selalu ada badai yang siap menghantam perjuangan di jalan keimanan.

 

Ia menyaksikan darah mengalir. Ia menyaksikan pedang terlalu sering beradu. Ia menyaksikan jasad-jasad terbujur kaku. Kami dapati lelaki itu mengalami beberapa kemenangan dan pula kekalahan. Ia saksikan kawan-kawannya terbunuh.

 

Dialah lelaki yang menebarkan wewangian pesona agama kita yang mulia. Dialah sosok yang tiada pamrih. Tiada ingin dipuja atau dipuji. Dialah sumber kebaikan. Duh, mata pena kami berkaca dan bergetar menuliskan tentangnya.Pantas saja Allah telah menganugerahkan wanita mulia nan brbudi luhur teruntuk lelaki itu. Allah mempersatukan dua kemuliaan untuk memenangkan agama-Nya di muka bumi.

 

Allahu akbar. .Allahu akbar…

 

Begitu mulianya dua insan itu.Pena kami kembali membulirkan air matanya karena kemuliaan mereka.Wahai pena. Kabarkanlah bahwa kami begitu rindu untuk bertemu.<span>

 

Telah Tiba Saatnya Berpisah

Kami kabarkan kembali bahwa wanita kita ini adalah nikmat Allah yang besar bagi sosok lelaki itu. Mereka arungi bahtera cinta selama seperempat abad. Telah berlalu sejuta kenangan. Wanita itu menghibur kecemasan suaminya, memberikan dorongan di saat-saat paling kritis, menyokong penyampaian risalah Tuhannya dan selalu membela pujaan hatinya dengan jiwa, raga dan hartanya. Telah tiba saatnya kita akan berpisah dengan wanita berbudi luhur itu. Telah tiba saatnya wanita itu harus meninggalkan sang kekasih karena malaikat maut sedang melaksanakan titah Rabb-Nya.Dan selanjutnyaaaaaa. .Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. . .

 

Selamat jalan wahai wanita yang melambangkan kesetiaan. .

Selamat jalan jiwa yang tenang. .

Selamat jalan duhai wanita yang berhati lembut di tengah lembah kekerasan. .

 

Selamat jalan wahai wanita teladan yang mengagumkan. .

 

Selamat jalan wahai engkau yang membela kemuliaan islam. .Selamat jalan engkau wahai istri yang arif nan bijaksana. .

 

Selamat jalan wahai engkau ibunda kaum muslimin, Khadijah binti Khuwailid. .

 

Wahai Bunda,.Kepergianmu telah meninggalkan duka dan sedih bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.. Bagaimana tidak, suka yang terkomposisi duka telah dicicipi bersama di arena kehidupan. Sungguh pilu hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ditinggal belahan jiwanya..Tahukah engkau wahai Bunda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyanjungmu di depan ‘Aisyah sehingga ‘Aisyah pun cemburu.‘Aisyah bertutur di tengah cemburu yang menggebu nan melanda:

“tidaklah aku cemburu atas seseorang dari istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kecemburuanku atas Khadijah, sedangkan aku belum melihatnya sama sekali. Tetapi Rasul sering menyebutnya dan kadang-kadang beliau menyembelih seekor kambing lalu memotong-motongnya kemudian mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Sehingga kadang-kadang aku berkata kepada beliau:

“sepertinya di dunia ini tak ada wanita kecuali Khadijah.” [1]

Subhanallah. Begitu cintanya Nabi kami padamu, wahai Ummul Mukminin. Dan memang engkau amat pantas mendapatkannya walau ‘Aisyah memiliki kecantikan dan kepandaian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memenuhi janjinya bahwa beliau tak akan menduakanmu selama engkau masih hidup dan walau usiamu telah lanjut. Kami mengetahui pula bahwa engkau bertabur putri-putri mulia yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Mereka adalah pembela setia suamimu. .Begitu abadi cintanya.Engkau wahai Bunda, seperti yang kami dapati dalam kitab Nisa’ Fii Hayati al-Anbiya bahwa Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata sambil memujimu:

“wanita penghuni surga yang paling mulia adalah Khadijah binti Khuwailid.” [2]

Pula dalam kitab yang lain yaitu Nisaa’ Haular Rasul war Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin, kami dapati pula pujian untukmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita di bumi di masanya adalah Khadijah binti Khuwailid” [3]

Wahai Bunda, keteguhanmu mendapat limpahan karunia dari Allah. Engkau memiliki andil besar dalam perubahan peradaban bagi para wanita.

 

Inilah surga Allah menaruh rindu untukmu. Allah dan malaikat Jibril pun menitipkan salam hangat dari langit ke-tujuh untukmu. Dan kepadamu, Allah telah menyediakan rumah istana dari permata. .

 

subhanallah

 

Kami dapati dalam kitab ar-Rahiq al-Makhtum bahwa Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“wahai Rasulullah. Inilah khadijah, dia telah datang membawa bejana, di dalamnya ada lauk pauk, makanan atau minuman. Sekiranya dia nanti mendatangimu maka sampaikan salam Rabbnya kepadanya serta beritakan padanya kabar gembira perihal istana untuknya di surga yang terbuat dari mutiara, yang tiada kebisingan maupun rasa lelah di dalamnya.” [4]

Akhirnya. . .

selamat menikmati rumah istana dari mutiaraselamat jalan ibunda orang-orang beriman. .Biarlah kami senantiasa mengenangmu di kedalaman qolbu. .Menyerap semangatmu yang terbit seiring fajar. .Dan lihatlah namamu ada dalam benak setiap muslimah. .Walaupun tak sesempurnamu, kami harap wanita-wanita kami mampu merengkuh keteladananmu di jalan ilmu. . .

 

Sekian,

Dari seorang lelaki yang berusaha meneladani kekasihmu tercinta di atas manhaj salaf,

 

Penulis: Fachrian Almer Akiera

(Yani Fachriansyah Muhammad as-Samawiy)

Mataram, di siang nan cerah secerah hati, ilmu dan akhlak orang-orang yang beriman.

(26 rajab 1431 H/ 09 juli 2010 M).Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika..

 

Artikel www.remajaislam.com

________

Footnotes:

[1] Lihat takhrijnya dalam kitab Nisaa’ Haular Rasul War Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin hal. 110-111

[2] HR. ahmad dan al-Hakim. Dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no: 1508

[3] HR. al-Bukhari (IV/230)[4] HR. al-Bukhari (I/539)

 

Referensi:

1. Kitab ar-Rahiq al-Makhtum karya syaikh shafiyyurrahman al-Mubarakfury. Penerbit Darul haq (2008), Cetakan X halaman 74-75 dan 161-162.

2. kitab Nisaa’ Haular Rasul War Radd ‘ala Muftariyaat al-Musytasyriqin karya Syaikh Mahmud Mahdi al-Istambuli dan Syaikh Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi. Penerbit Maktabah Salafy Press (2009), cetakan VII halaman 35-46 dan 110.

3. kitab Nisa’ Fii Hayati al-Anbiya karya Syaikh Ibrahim Mahmud Abdul Radi. Penerbit Malmahira (2009), Cetakan I halaman 357-369.

4. Buku Seorang Ibu: Sebuah Dunia Penuh Cinta karya Amatullah Shafiyyah. Penerbit Gema Insani Press (2002), Cetakan I halaman 24-30.


Artikel asli: https://remajaislam.com/126-kan-selalu-engkau-kukenang.html